Minggu, 19 Oktober 2014

Makalah Eksploitasi Anak

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Kata Pengantar


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah “EKSPLOITASI ANAK” dengan lancar.
Kami juga tak lupa mengucapkan banyak terima kasih pada rekan-rekan satu kelompok yang sudah membantu, serta Bu Sri yang sudah membimbing kami sehingga kami bisa membuat makalah ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga jadi sebuah makalah yang baik dan benar.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi pembelajaran, memperluas wawasan, dan memberi manfaat bagi kita sekalian.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terimakasih.

Madiun, Maret 2014


Penulis

B.            Latar Belakang

Fenomena pekerja anak merupakan gambaran betapa kompleks dan rumitnya permasalahan anak. Terlepas dari semua hal tersebut, penghargaan, penghormatan, serta perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) diagung-agungkan di penjuru dunia. Sejak awal pendeklarasian HAM, berbagi bentuk peraturan yang bersifat universal telah dikeluarkan dalam rangka mendukung upaya perlindungan HAM di dunia. Upaya perlindungan juga diikuti dengan penegakan hukum demi terselenggaranya HAM yang konsisten. Jika kita berbicara fenomena pekerja anak, maka bidang HAM yang langsung bersinggungan adalah hak anak. Baik di dunia internasional maupun di Indonesia,masalah seputar kehidupan anak menjadi perhatian utama bagi masyarakat maupun pemerintah. Sangat banyak keadaan-keadaan ideal yang sebenarnya dapat menuntaskan permasalahan sosial ini. Namun, faktor-faktor lain seperti kegagalan dalam pranata sosial turut menunjukkan ketidakmampuan pemerintah.
Dalam konteksnya, sebenarnya anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki orang dewasa. Namun, perlindungan terhadapnya tidak sebombastis ketika masalah HAM yang menyangkut orang dewasa atau isu gender diumbar ke khalayak umum. Perlindungan terhadap hak anak tidak terlalu banyak dipikirkan pada umumnya. Begitu pula dengan langkah konkritnya, bahkan upaya perlindungan itu sendiri dilanggar oleh negara dan berbagai tempat di negeri ini, orang dewasa, bahkan orang tuanya sendiri. Banyak anak-anak yang berada di bawah umur menjadi objek dalam pelanggaran terhadap hak-hak anak akibat pembangunan ekonomi yang dilakukan . Di negara kita, pekerja anak dapat dilihat dengan mudah di pertigaan atau di perempatan jalan. Pandangan kita jelas tetuju pada sekelompok anak yang mengamen, mengemis, atau mengais rezeki di jalanan. Itu hanya sedikit dari betapa mirisnya kondisi anak-anak Indonesia. Masih banyak yang tidak terlihat jelas, upaya-upaya pengeksploitasian anak-anak di negeri ini bahkan dapat disejajarkan dengan tindakan kriminal. Mereka di eksploitasi sebagai pekerja kasar konstruksi dan tambang tradisional, penyelam mutiara, penculikan dan perdagangan anak, kekerasan aanak, penyiksaan anak dan bahkan pelacur komersial.
Anak, seyogyanya adalah gambaran dan cerminan masa depan, aset keluarga, agama, bangsa, negara dan merupakan generasi penerus di masa yang akan datang. Mereka berhak mendapatkan kebebasan, menikmati dunianya, dilindungi hak-hak mereka tanpa adanya pengabaian yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ingin memanfaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi.
Dari berbagai gejala sosial yang saat ini tengah muncul ke permukaaan, masalah pekerja anak kian menjadi perbincangan hangat dalam upaya perealisasian yang sebenarnya. Kesadaran kritis dirasa sangat diperlukan bagi kalangan civitas mahasiswa dalam membuka kembali cakrawala perhatian dan pengetahuan sosial yang ada. Sehingga tidak hanya kompeten dalam bidang keahlian, tetapi juga tanggap dalam membantu menyesuaikan arus perkembangan masyarakat, karena bagaimanapun, penerus bangsa ada di tangan- tangan mungil anak-anak Indonesia.



C.           Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, tujuan dari permasalahan sosial yang diangkat antara lain  :
1.        Mengetahui pengertian eksploitasi anak
2.        Mengetahui contoh eksploitasi anak
3.        Mengetahui sebab eksploitasi anak, yaitu :
a.       Faktor Ekonomi
b.      Faktor Migrasi
c.       Faktor Budaya
d.      Faktor Kurangnya Pencatatan Kelahiran
e.       Faktor Kontrol Sosial
4.         Mengetahui sebab eksploitasi anak
5.         Mengetahui akibat eksploitasi anak


BAB II
ANALISIS/ PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN EKSPLOITASI ANAK
Pengertian eksploitasi anak dalam kamus Bahasa Indonesia         :
Eksploitasi anak adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri melalui anak dibawah umur. Dengan kata lain anak-anak digunakan sebagai media untuk mencari uang.
Pengertian eksploitasi secara umum:
Eksploitasi anak adalah mempekerjakan seorang anak dengan tujuan ingin meraih keuntungan.

B.       CONTOH EKSPLOITASI ANAK
1.              Mempekerjakan anak-anak sebagai pekerja seksual
2.              Mempekerjakan anak-anak di pertambangan
3.              Mempekerjakan anak-anak sebagai penyelam mutiara
4.              Mempekerjakan anak-anak di bidang kontruksi
5.              Menugaskan anak-anak di anjungan penangkapan ikan lepas pantai
6.              Mempekerjakan anak-anak sebagai pemulung
7.              Melibatkan anak-anak dalam pembuatan dan kegiatan yang menggunakan bahan peledak
8.              Mempekerjakan anak-anak di jalanan
9.             Mempekerjakan anak-anak sebagai tulang punggung keluarga
10.          Mempekerjakan anak-anak di industri rumah tangga
11.          Mempekerjakan anak-anak di perkebunan
12.          Mempekerjakan anak-anak untuk mengemis
13.          Orang tua yang mengajak anaknya untuk mengemis

C.      SEBAB EKSPLOITASI ANAK
1.           Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan pangkal utama dalam peningkatan jumlah pekerja anak. Harga bahan pokok yang semakin mahal, tingkat kebutuhan yang tinggi serta pengeluaran yang bertambah menuntut anak terjun untuk membantu mencukupi kebutuhan dasarnya. Sebagian kasus pekerja anak ini terjadi pada keluarga menengah kebawah.
2.           Factor Migrasi
Banyaknya migrasi terutama urbanisasi yakni perpindahan penduduk dari desa ke kota meningkatkan jumlah pekerja anak.
Beberapa penyebab meningkatnya jumlah pekerja anak terhadap faktor migrasi, khususnya urbanisasi, diketahui bahwa ketidakpahaman mengenai urbanisasi itu sendiri dapat digunakan beberapa oknum untuk menjebak ( khususnya pekerja anak) dalam pekerjaan yang di sewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
3.           Faktor Budaya
Beberapa faktor budaya yang memberi kontribusi terhadap peningkatan jumlah pekerja anak antara lain :
a.         Peran perempuan dalam keluarga
Meskipun norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi pencari nafkah tambahan/pelengkap buat kebutuhan keluarga. Rasa tanggung jawab dan kewajiban membuat banyak wanita bermigrasi untuk bekerja agar dapat membantu keluarga mereka. Ada beberapa kemungkinan disini. Pertama, pada masyarakat desa yang masih tertekan oleh adat-istiadat menganggap bahwa perempuan dapat dinikahkan secepatnya ketika sudah dianggap cukup waktunya, walaupun belum matang secara psikis maupun fisik. Hal ini mengakibatkan banyak anak-anak perempuan yang masih di bawah umur menanggung beban layaknya perempuan dewasa sebagai istri.
b.        Perkawinan dini
Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini. Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan terhadap trafiking disebabkan oleh kerapuhan ekonomi mereka.
c.         Sejarah pekerjaan karena jeratan hutang
Praktek menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman merupakan strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh masyarakat. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang khususnya, rentan terhadap kondisi-kondisi yang sewenang-wenang dan kondisi yang mirip dengan perbudakan.
d.        Peran anak  dalam keluarga
Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafiking. Buruh/pekerja anak, anak bermigrasi untuk bekerja, dan buruh anak karena jeratan hutang dianggap sebagai strategi-strategi keuangan keluarga yang dapat diterima untuk dapat menopang kehidupan keuangan keluarga.
4.           Faktor Kurangnya Pencatatan Kelahiran
Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa trafiking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang dipekerjakan, biasanya lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya. Dalam hal ini, ketidakmampuan Sistem Pendidikan Nasional yang ada maupun dalam masyarakat untuk mempertahankan agar anak tidak putus sekolah dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi sangat besar. Sehingga anak-anak dilibatkan dalam hal kesempatan kerja dengan bermigrasi terlebih dahulu atau langsung terjun mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.
5.           Faktor Kontrol Sosial
Lemahnya kontrol sosial Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korupsi dapat disuap untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal. Para pejabat pemerintah juga disuap agar memberikan informasi yang tidak benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor khususnya anak-anak dapt denagn mudah diwalikan atau bahkan diubah kewarganegaraannya.. Kurangnya budget/anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafiking menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut pelaku- pelakunya.


D.      AKIBAT EKSPLOITASI ANAK
1.      Anak kehilangan haknya untuk belajar. Sebagian besar anak jalanan adalah anak-anak yang putus sekolah dan bahkan tidak pernah merasakan bangku pendidikan.
2.      Perilaku anak banyak yang menyimpang. Hidup di jalanan bukan lah hal mudah terlebih bagi anak dibawah umur.  Mereka harus berjuang mencari uang dan besar kemungkinan terpengaruh hal-hal buruk, seperti merokok di usia anak-anak, berbahasa kasar, terkadang bertengkar dengan anak-anak lainnya, dsb
3.      Anak kekurangan kasih sayang. Poin ini juga merupakan faktor penyebab eksploitasi anak. Mereka dipaksa bekerja dan lebih banyak menghabiskan waktunya di jalanan mencari uang daripada merasakan kasih sayang dari orang tuanya.

E.       SOLUSI EKSPLOITASI ANAK
1.    Keluarga
a.    Lebih memahami dan mengerti bahwa anak bukanlah milik pribadi karena pada dasarnya setiap anak adalah sebuah pribadi yang utuh yang juga memiliki hak sebagaimana individu lainnya, sehingga anak tidak dapat dijadikan tumpuan amarah atas semua permasalahan yang dialami orangtua (Domestic Based Violence).
b.    Lebih berhati-hati dan memberikan perhatian serta menjaga anak-anak dari kemungkinan menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita (Community Based Violence).
2.    Masyarakat
a.    Lebih peka dan tidak menutup mata terhadap keadaan sekitar sehingga apabila terjadi kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar penanganannya dapat lebih cepat guna menghindari kemungkinan yang lebih buruk pada anak yang bersangkutan.
b.    Aparat hukum seharusnya dapat lebih peka anak pada setiap proses penanganan perkara anak baik dalam hal anak sebagai korban tindak pidana maupun anak sebagai pelaku dengan mengedepankan prinsip demi kepentingan terbaik bagi anak (the best interest for the child).
c.    Pihak sekolah dan orang tua asuh sebagai pendidik kedua setelah orang tua kandung, diharapkan dapat lebih sensitif anak dalam mendidik anak-anak yang berada dibawah pengasuhan mereka.
d.   Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang adanya undang-undang perlindungan anak, terutama pada ancman pidana/hukuman pada tindakan tersebut secara menyeluruh
3.     Negara
a.    Menyelesaikan dengan segera konflik-konflik sosial dan politik yang berkepanjangan di berbagai daerah.
b.    Memperbaiki seluruh pelayanan publik baik itu pelayanan kesehatan, pendidikan.
c.    Mengajak kembali pekerja anak yang putus sekolah ke bangku sekolah dengan memberikan bantuan beasiswa.
d.   Memberikan pendidikan nonformal.
e.    Mengadakan keterampilan bagi anak, pembiayaan atau penanggulangan pekerja anak bisa dilakukan oleh masyarakat yang peduli terhadap kesejahteraan anak.


BAB III
PENUTUP

B.            Kesimpulan

Permasalahan pekerja anak sebenarnya hampir menyerupai sebuah gunung es. Kompleksitas pada dasar permasalahannya tidak tampak, sedangkan aktualisasi pada permukaan berupa tindakan-tindakan eksploitasi terhadap anak juga hanya muncul sedikit. Budaya masyarakat yang lebih cenderung bersifat patriarchi dan kemiskinan secara struktural menciptakan suatu iklim yang permisif terhadap pekerja anak di Indonesia. Terbatasnya studi dan perhatian terhadap kondisi pekerja anak di Indonesia memberikan suatu kontribusi terhadap terbelenggunya nasib pekerja anak.
Dari waktu ke waktu, perlindungan terhadap pekerja anak di Indonesia tidak banyak mengalami perubahan. Perlindungan secara yuridis yang merupakan faktor penting terhadap keberadaan pekerja anak  mengindikasikan kemenduaan sikap pemerintah terhadap masalah ini. Penerapan discretion clausule dalam berbagai aturan hukum tentang ketenagakerjaan, sering menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda bahkan memberikan suatu celah hukum terhadap eksploitasi pekerja anak. Hal inipun ternyata masih dijumpai pada Undang Undang Ketenagakerjaan yang baru, yaitu UU Ketenagakerjaan No. 25 tahun 1997. Keadaan sosial dan ekonomi masyarakat yang sebagian terbesar berada pada batas garis kemiskinan mendorong terjadinya enkulturasi "bekerja membantu keluarga" yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara sehat.
Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA) sebagai solusi dalam pemberantasan pekerja anak dirasakan sebagai komitmen yang dapat digunakan untuk mempertahankan momentum pemberdayaan dan advokasi terhadap pekerja anak, seperti yang telah dilakukan oleh LSM-LSM dalam usaha untuk menghilangkan praktek pekerja anak di Indonesia. Akhirnya, Penjajagan dan pengembangan jaringan kerja sama baik nasional, regional, maupun internasional merupakan alternatif penting. Karena dengan kerjasama ini diharapkan dapat membantu memberikan pemecahan terhadap permasalahan mendasar yang dihadapi oleh pekerja anak di Indonesia, yaitu: kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah.

B.             Saran

            Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, maka ada beberapa hal yang dapat menjadi catatan kita bersama guna meminimalisir kemungkinan terjadinya tindakan- tindakan serupa pada masa yang akan datang, mengingat apa yang tertulis pada pasal 20 Undang-Undang No. tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”. Oleh karena itu, ada beberapa saran yang dapat dijadikan acuan bagi kita semua, antara lain:

1.        Keluarga
a.    Lebih memahami dan mengerti bahwa anak bukanlah milik pribadi karena pada dasarnya setiap anak adalah sebuah pribadi yang utuh yang juga memiliki hak sebagaimana individu lainnya, sehingga anak tidak dapat dijadikan tumpuan amarah atas semua permasalahan yang dialami orangtua (Domestic Based Violence).
b.    Lebih berhati-hati dan memberikan perhatian serta menjaga anak-anak dari kemungkinan menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita (Community Based Violence).

2.        Masyarakat
a.    Lebih peka dan tidak menutup mata terhadap keadaan sekitar sehingga apabila terjadi kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar penanganannya dapat lebih cepat guna menghindari kemungkinan yang lebih buruk pada anak yang bersangkutan.
b.    Aparat hukum seharusnya dapat lebih peka anak pada setiap proses penanganan perkara anak baik dalam hal anak sebagai korban tindak pidana maupun anak sebagai pelaku dengan mengedepankan prinsip demi kepentingan terbaik bagi anak (the best interest for the child).
c.    Pihak sekolah dan orang tua asuh sebagai pendidik kedua setelah orang tua kandung, diharapkan dapat lebih sensitif anak dalam mendidik anak-anak yang berada dibawah pengasuhan mereka.
d.   Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang adanya undang-undang perlindungan anak, terutama pada ancman pidana/hukuman pada tindakan tersebut secara menyeluruh

3.         Negara
a.    Menyelesaikan dengan segera konflik-konflik sosial dan politik yang berkepanjangan di berbagai daerah.
b.    Memperbaiki seluruh pelayanan publik baik itu pelayanan kesehatan, pendidikan.
c.    Mengajak kembali pekerja anak yang putus sekolah ke bangku sekolah dengan memberikan bantuan beasiswa.
d.   Memberikan pendidikan nonformal.
e.    Mengadakan keterampilan bagi anak, pembiayaan atau penanggulangan pekerja anak bisa dilakukan oleh masyarakat yang peduli terhadap kesejahteraan anak.

3 komentar:

  1. Cahya Pinjaman perusahaan adalah salah satu perusahaan pinjaman independen terkemuka di seluruh dunia. Kami mapan dan selama bertahun-tahun telah mengembangkan pemahaman yang baik tentang kebutuhan dan kebutuhan individu. Kami berkomitmen untuk memperlakukan pelanggan kami secara adil dan menawarkan layanan yang profesional, ramah dan membantu. Prosedur kami dirancang untuk cocok Anda, untuk memastikan bahwa kami menawarkan produk yang sesuai dengan kondisi Anda, formalitas dikurangi seminimal mungkin, dan bersama-sama dengan pendekatan kami fleksibel untuk masing-masing program, pastikan Anda menyelesaikan permintaan pinjaman Anda. Kami telah membantu pelanggan mengubah dan memperbaiki kehidupan mereka selama lebih dari 47 tahun dan kami benar-benar independen, kita berada dalam posisi yang unik untuk menawarkan berbagai pinjaman untuk semua jenis bisnis dan individu. Tujuan kami adalah untuk memenuhi kebutuhan keuangan Anda dan kepuasan Anda sangat penting bagi kami. Itulah sebabnya kita harus memberikan pinjaman dengan suku bunga 2%, silakan kembali ke kami hari ini jika Anda tertarik kami services.E-mail: cahya.creditfirm@gmail.com

    BalasHapus
  2. ini makalahnya ga pake referensi ya mba?

    BalasHapus